Assalamu'alaikum..
Berhubung masih hangatnya susana Ramadhan dan mau lebaran, saya jadi teringat kembali pengalaman saya puasa dan lebaran di Jepang tahun lalu yang masih belum sempat saya posting. Selain ini pengalaman pertama puasa di Jepang, ini juga sekaligus jadi pengalaman pertama saya lebaran tidak bersama dengan orang tua saya.
Berhubung masih hangatnya susana Ramadhan dan mau lebaran, saya jadi teringat kembali pengalaman saya puasa dan lebaran di Jepang tahun lalu yang masih belum sempat saya posting. Selain ini pengalaman pertama puasa di Jepang, ini juga sekaligus jadi pengalaman pertama saya lebaran tidak bersama dengan orang tua saya.
Selama di Jepang, apalagi ketika itu musim panas, dengan masyarakat Jepang yang non muslim, pastinya sih gak berasa suasana Ramadhanya. Seperti negara kita yang masih banyak dekorasi nuansa Ramdhan ataupun suara mesjid dan suara-suara takbir yang menghiasi selama Ramadhan.
Jadwal Puasa Di Jepang?
Ketika itu saat saya di Jepang Juni 2016, jadwal puasa imsyak nya dari sekitar jam 02.30 an dan buka puasa sekitar jam 19.00 an. Jadilah saat itu saya berpuasa sekitar lebih dari 16 jam. Ada yang nanya apa gak capek?
Tapi karena ini musim panas, jadwal di Jepang bisa berubah-ubah setiap waktu sesuai dengan musimnya. Ketika itu saat saya musim dingin, pukul 5 sore itu udah gelap. Jadi jika jadwal puasa jatuh pada musim dingin, bisa jadi puasa saat di Jepang pada musim dingin bisa lebih cepat.
Karena saya selama puasa tetap kerja kantoran, selagi tidak berpanas-panas sih tidak begitu berasa puasanya. Paling ada rasa lapar, tapi tidak begitu. Menurut saya, kota Padang lebih panas dan lebih bikin saya cepat lemes ketika berpuasa.
Untuk sahur pastinya harus bangun tengah malam. Belum lagi saya harus menyiapkan makanan. Kadang saya masak sendiri, kadang juga beli makanan malam, masuk kulkas dan panaskan ketika makan. Tapi lebih seringnya saya makan saat buka yang banyak, ngemil lagi sebelum tidur sekitar jam 12an dan gak bangun sahurnya.Hhaha
Kadang juga karena capek, setelah pulang kerja langsung cari makan buka, terus tidur, dan kebangun tengah malam langsung sahur. Jadi menurut saya gak masalah sama sekali karena setelah sahur jadi lebih bisa tidur lebih lama. Apalagi di Jepang aktifnya jam berkatifitas dari jam 8. Jadi saya selalu bangun jam 8 untuk berangkat ke kantor yang jaraknya cuma 3 menit jalan kaki. Tidak seperti di Indonesia, sahur jam 4, kelar jam 5an kurang, kalau mau tidur lagi jadi nanggung.
Mesjid Nagoya
Ada yang nanya mesjid terdekat buat tarawehan? Pastinya untuk mesjid, di Nagoya sendiri ada sebuah mesjid yang terkenal yang berada 1 stasiun dari Nagoya Eki. Tapi untuk menuju kesana dari tempat saya juga memakan waktu. Jadilah selama Ramadhan tidak ada suasana tarawehan di mesjid, dan hanya di rumah.
Mesjid Nagoya tidak begitu besar, untuk bisa sampai kesini kita perlu sedikit berjalan dari stasiun terdekat. Lokasinya tepat berada ditepi jalan.
Ketika itu weekend, saya dan Saki, mengunjungi mesjid Nagoya pada sore harinya. Ternya suasana mesjid cukup ramai karena adanya pengajian dan anak-anak yang belajar mengaji. Saya juga bertemu banyak orang Jepang muslim dan banyak juga orang Indonesia. Disini saya merasa sangat nyaman. Ditengah suasana Jepang yang sibuk dengan urusan masing-masing, bertemu saudara sesama muslim benaran membuat saya sangat rindu akan Indonesia dan islam. Seperti menemukan rumah untuk kembali.
Ketika itu weekend, saya dan Saki, mengunjungi mesjid Nagoya pada sore harinya. Ternya suasana mesjid cukup ramai karena adanya pengajian dan anak-anak yang belajar mengaji. Saya juga bertemu banyak orang Jepang muslim dan banyak juga orang Indonesia. Disini saya merasa sangat nyaman. Ditengah suasana Jepang yang sibuk dengan urusan masing-masing, bertemu saudara sesama muslim benaran membuat saya sangat rindu akan Indonesia dan islam. Seperti menemukan rumah untuk kembali.
Mualaf Jepang
Saya pun menyempatkan diri ngobrol-ngobrol dengan sesama muslim disana. Rata-rata muslim disini mualaf. Selain Jepang dan Indonesia, juga ada muslim Turki, India, dan lain-lain. Walau pertama ketemu, tapi semuanya sangat ramah. Saya juga dapat seorang teman yang sebaya bernama Riona. Riona salah seorang mualaf Jepang yang masih muda yang saya temui saat itu. Ketika itu Riona baru sekitar 7 bulan menganut agama islam. Saya pun jadi sangat penasaran dan antusias untuk bisa dekat dan berteman dengan Riona. Dan gak nyangka juga Riona sangat senang bisa dapat teman Indonesia seperti saya.
Kami bercerita banyak, dan Riona bercerita saat itu dia masuk islam karena dia sangat senang dengan keramah-tamahan orang-orang muslim. Walau kedua orang tuanya menganut kepercayaan Jepang dan menentang, Riona sangat berpendirian teguh untuk tetap istiqomah dengan pendiriannya. Saat itulah saya sadar, saya yang terlahir ditengah keluarga islam, tapi masih sangat kurang mempelajari agama saya sendiri lebih dalam.
Kami bercerita banyak, dan Riona bercerita saat itu dia masuk islam karena dia sangat senang dengan keramah-tamahan orang-orang muslim. Walau kedua orang tuanya menganut kepercayaan Jepang dan menentang, Riona sangat berpendirian teguh untuk tetap istiqomah dengan pendiriannya. Saat itulah saya sadar, saya yang terlahir ditengah keluarga islam, tapi masih sangat kurang mempelajari agama saya sendiri lebih dalam.
Walau niat awalnya cuma pergi sholat, gak nyangka ternyata saat itu magribnya bakal ada buka bersama dengan muslim-muslim Jepang dan mualaf di Nagoya. Acara buka puasa ini diadakan jemaah mesjid setiap harinya untuk sekedar mempererat tali silaturahmi sesama muslim, dan saling berbagi selama Ramadhan. Ibu-ibu dimesjid pun dengan sangat ramah dan senang hati mengajak kami untuk ikutan. Tentu saja saat tau itu saya, Riona dan Saki sangat antusias pengen ikutan.
Buka Puasa di Mesjid Nagoya
Suasana buka puasa dipenuhi dengan berbagai makanan yang saya rindukan. Karena sebagian ada orang Indonesia dan India, menu buka puasa kita makan gorengan ala Indonesia dan nasi kari ala India. Juga ada banyak takjil. dan buah-buahan. Entah bagaimana, saya merasa sangat beruntung dan bersyukur bisa terlintas ada kesempatan kesini.
Selasai buka puasa, kita sempatkan untuk berfoto-foto sebentar tanda sudah bertemu keluarga baru disini. Karena jadwal taraweh bisa sampai malam. Bagi yang wanita biasanya lebih memilih tarawehan di rumah. Saya pun dan Saki pulang dengan hati yang sangat senang dan energi yang kembali full setelah bertemu kehangatannya sesama muslim.
Lebaran di Jepang?
Setelah berpuasa sebulan penuh dibulan Ramadhan, tentunya hari lebaran yang paling dinantikan bagi para muslim. Ditengan kesibukan kantor, saya sempat ragu apakah bisa mengikuti sholat saat Idul Fitri. Mendekati lebaran mau izin untuk pergi sholat, tapi sempat ragu karena jadwal sholat yang juga belum pasti karena adanya perbedaan pendapat tentang jadwal lebaran.
Pada malam takbiran, sama sekali gak ada suasana takbiran pastinya. Saya pun videocall dengan keluarga, tapi pada gak angkat dan respon. Gak taunya keluarga saya lagi pada ngumpul keluarga besar, jadilah air mata jatuh berurai (edisi lebay baper), ketika malam takbiran sendiri dikamar dan keluarga di Padang ngumpul bareng.
Karena baru dapat kabar jadwal sholat malam harinya, saya pun pasrah untuk tidak ikutan sholat Ied (karena emang lagi gak sholat juga) dan belum jadi izin dengan kantor. Tapi saat paginya kembali perasaan saya sedih. Walau sebenarnya saya lagi gak sholat juga, tapi emang seriusan berasa hampa tanpa adanya suasana lebaran (gak lebay benaran haha). Akhirnya paginya saya beranikan diri untuk pergi ke port Nagoya, lokasi sholat Ied yang biasa diadakan di Nagoya.
Walau belum pernah kesini, tapi setelah googling dan ikutin petunjuk, saya pun akhirnya bisa sampai tepat saat sholat Ied selesai. Walau gak sholat tapi bisa merasakan suasana lebaran di Jepang bagi saya ada kesenangan tersendiri. Saat itu saya datang sendiri. Gak nyangka saya bisa mendadak ketemu Riona dan orang-orang mualaf yang saya temui di mesjid Nagoya. Karena Riona juga sendiri kamipun akhirnya bersama dan diajak makan bersama dengan mualaf disana. Saya juga dapat THR dari mualaf mesjid. Hhaha Gak nyangka ternyata juga kebagian THR 1000 yen. Alhamdulillah..
Karena saya cuma izin kantor setengah hari, dan Riona juga akan ke kampus, akhirnya kami pun memutuskan tidak jadi makan siang dan memilih makan bareng malamnya. Tepat sekitar pukul setengah 1 saya sudah sampai lagi dikantor. Hahaa. Jauh-jauh ke Nagoya port saya hanya ingin merasakan suasana lebaran. yaaa!!
Makan Bersama Lebaran
Beberapa teman-teman saya di Jepang sempat memikirkan bagaiman lebaran saya di Jepang. Karena saya tinggal sendiri, mereka pun akhirnya ngajak saya pergi makan, makanan muslim atau Indonesia. Karena saya dan Riona juga berencana pergi makan bareng, akhirnya Saki (yang sangat suka Indonesia dan tertarik islam) ikut bergabung bersama saya dan Riona merayakan lebaran bersama. Regina yang juga pengen coba makanan Indonesia, jadi ikut bersama kami untuk merayakan Lebaran.
Walau ditengah kesendirian di Jepang (baper lebay) haha tapi saya sangat senang mereka bisa menyempatkan waktu sepulang kerja bisa datang berkumpul dan merayakan lebaran bersama saya. Kita makan disebuah restoran Indonesia - Sama Sama Restoran - yang ada dikawasan Sakae.
Walaupun ada suka dan dukanya lebaran dan puasa di Jepang, bagi saya ini menjadi sebuah pengalaman yang sangat beharga. Saya bisa belajar lebih banyak tentang muslim ditengah masyarakan yang non muslim. Dan sayapun semakin merasakan betapa indahnya muslim ketika saya berada ditengah suasana non muslim.
Semoga kita bisa terus lebih baik kedepannya yaa. Bagi yang ada kisahnya juga silahkan berbagi link dan comment dibawah yaa..
See you.. ^.^
Semoga kita bisa terus lebih baik kedepannya yaa. Bagi yang ada kisahnya juga silahkan berbagi link dan comment dibawah yaa..
See you.. ^.^
0 Response to "Pengalaman Puasa dan Lebaran di Jepang"
Posting Komentar